Rejuvenating Your Soul At Gunung Pancar Sentul


Jakarta sudah semakin panas dan berdebu. Memasuki bulan Oktober dan tidak ada tanda-tanda hujan akan tiba, ditambah jalanan yang seperti diinjak-injak transformer selama pembangunan proyek MRT, rasanya butuh sedikit penyegaran untuk keluar dari zona berantakan ini.



Kali ini tujuan saya mencari udara segar yang sejuk. Dari beberapa referensi tempat yang jaraknya cukup dekat dengan Jakarta dan tidak perlu berkutat dengan kemacetan, pilihan pun jatuh pada Taman Wisata Alam Gunung Pancar.



Berlokasi di Babakan Madang, tidak jauh dari Sentul City. Saya mencoba rute dengan kendaraan umum menuju tempat wisata ini. Naik APTB jurusan Bogor dari halte busway BNN dengan membayar Rp. 16.000 ,  turun di BellaNova Country Mall. Dari mall ini bisa naik ojek atau taxi ke Gunung Pancar. Ongkos taxi sekitar Rp. 50.000 plus biaya surcharge pangkalan Rp. 10.000,-

Berhubung langit agak mendung saya memilih naik taxi dari pangkalan di mall. Ternyata benar dugaan, baru setengah perjalanan kami diguyur hujan yang cukup deras. Masuk ke dalam perumahan Sentul Nirwana mengarah ke JungleLand. Tepat mau masuk gerbang Jungleland kami belok kanan, masuk ke jalan perkampungan yang mengarah langsung ke TWA Gunung Pancar dan Air Terjun Curug Leuwi Hejo.





Melalui jalan yang cukup berliku sampailah kami di pertigaan Karang Tengah, taxi pun membelok ke kanan dan sampailah kami di gerbang Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Disini pengunjung dikenakan biaya Rp. 5,000 per orang dan mobil Rp. 10,000. Begitu memasuki gerbang rasanya langit pun jadi semakin gelap, rupanya banyaknya pohon pinus di hutan ini menghalangi masuknya matahari. Ditambah lagi saat sampai disini kondisi sedang hujan, jadi semakin gelap.







Saya lihat di sebelah kanan ada track untuk memasuki kawasan hutan pinus, sepertinya jika camping di tempat ini trekking akan menjadi santapan utama. Selain pohon pinus banyak juga pohon lain seperti Beringin, Rasamala dan beberapa jenis yang tidak saya kenal namanya. Begitu pula dengan burung-burung seperti Jalak, Kutilang, Enggang bahkan menurut guide yang standby di kawasan konservasi alam ini, spesies seperti Ayam Hutan Merah dan Elang pun ada. Bahkan  bila beruntung, kami bisa bertemu dengan Kera, Owa atau Babi Hutan yang berkeliaran disana.






Naik keatas sampailah kami di pemandian air panas.  Sebagai informasi, di tempat pemandian ini disediakan ruang tertutup untuk keluarga dengan biaya sewa Rp. 15,000 per 30 menit. Dan karena ini hari libur, pengunjungnya penuh sekali.. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak masuk ke tempat pemandian air panas ini dan memilih kembali ke hutan pinus.






Sambil menikmati semangkuk mi instan panas, berbincanglah dengan guide disana, pak Suma. Menurut beliau ada dua tipe camping di kawasan hutan lindung ini, yang pertama adalah camping di camping ground biasa dengan biaya murah. Per orang hanya dikenakan Rp. 50,000 sudah berikut sleeping bag plus biaya sewa tenda Rp. 200,000 yang bisa diisi hingga 5 orang.

Yang satu lagi adalah Glamping atau glamorous camping. Ini dikenakan biaya Rp. 375,000 per orang sudah include breakfast. Tenda yang tersedia juga mewah, dilengkapi dengan kasur springbed dan toilet layaknya hotel.




Senangnya bisa tidur sambil memandang bintang-bintang di langit. Satu tujuan wisata yang relatif tidak terlalu mahal dan cukup dekat dengan ibukota. Satu yang jadi favorit di tempat ini yaitu udaranya yang sejuk dan penuh dengan oksigen murni. Benar-benar membersihkan paru-paru dari kotornya polusi udara Jakarta..


Terimakasih pak Edeng yang sudah menemani saya hujan-hujanan saat kunjungan pertama dan pak Jusa yang mengantar bersama rombongan ibu-ibu cantik yang kabur sejenak dari kantornya.

Rejuvenating your soul in the forest.. See you next trip guys..



Stingless Jellyfish at Kakaban Lake


Welcome to Kakaban Island.. Yippeey... sampai juga aku ke daratan ini. Salah satu pulau di kepulauan Derawan, di timur Kalimantan ini mempunyai satu keunikan natural yang tidak ditemui di setiap belahan dunia. 



Siapa yang tidak kenal dengan ubur-ubur? Mahluk tak bertulang belakang ini dikenal dengan tentakelnya yang bisa menyengat bagai sengatan listrik bila terkena kulit manusia. Namun tahukah kalian bahwa di Indonesia ada jenis ubur-ubur yang tidak menyengat. Bahkan sangat bersahabat dengan mahluk lainnya.


Okey, kali ini saya akan cerita sedikit tentang Stingless Jellyfish yang ada di danau Kakaban. Jenis ubur-ubur ini hanya dijumpai di sedikit tempat di dunia. Selain di Pulau Kakaban jenis ubur-ubur ini ada di Pulau Palau, kepulauan Mikronesia.

Untuk mencapai danau tempat ubur-ubur tersebut, kami harus melewati tangga yang cukup tinggi, melewati pepohonan yang mungkin sebelum banyak dikunjungi wisatawan merupakan hutan alam.





Hingga akhirnya tibalah kami di tujuan utama, Danau Kakaban, habitat asli dari  ubur-ubur yang baik hati. Perjuangan menuju ke danau cukup memakan tenaga, mengingat harus melalui tangga naik dan turun yang agak curam. Dan sepertinya kalau basah cukup licin, harus berhati-hati melangkah dan mengatur nafas...





Danau ini cukup luas, bahkan bila dilihat dari atas akan tampak pulau ini seperti terdiri atas danau di dalamnya. Cukup dalam juga perairan di danau ini, namun karena tidak ada terumbu karang di dasar danau maka kami tidak perlu menggunakan fin.

Air di danau ini merupakan air payau, berwarna kehijauan dan tidak terlalu jernih. Baru sebentar aku berenang di danau ini, sudah ada satu dua ubur-ubur kecil yang kelihatan dan makin ke tengah makin banyak yang besar-besar.







Ada dua jenis ubur-ubur disini. Yang berwarna agak putih seperti susu dan ada pula yang transparan. Cantik-cantik kalau dilihat secara detail bentuk ubur-ubur ini. Subhanallah. Memang ciptaanNya begitu sempurna..




Puas bermain dengan ubur-ubur ini, tampaknya tangan kami pun mulai keriput terlalu lama di air. Selain sudah waktunya makan siang, maka kami pun naik kembali ke daratan. Makan siang sudah menunggu di dermaga. 


Setelah makan siang, kami berfoto-foto di sekitar dermaga. Luar biasa indah lautan di kepulauan ini. Begitu biru kehijauan, bagai susunan gelang berbatu turquoise yang sering kupakai. Setelah cukup beristirahat kami pun melanjutkan kegiatan di pulau Kakaban ini. Snorkeling time...




Langit biru yang cerah, dengan awan putih berarak membentuk hiasan langit, air laut yang jernih serta biota laut yang sehat. Aahh... Indonesia ku memang sangat luar biasa indah.. Mau nikmatin dulu keindahannya ya... See you next trip...





Menikmati Keteduhan Ubud, Bali


Seni, tenang, hijau, romantis. Ubud. Empat kata yang merefleksikan sebuah desa di perbukitan di tengah pulau Bali. Selalu bahagia berada disana. Ketenangannya membuka aliran darah untuk berkreasi lebih dan lebih lagi.


Kali ini kami menginap di Kori Ubud Hotel and Resort. Tempat yang tenang dan menyenangkan. Hanya terdiri dari beberapa kamar yang berukuran cukup besar, dilengkapi dengan kamar mandi yang besar juga lengkap dengan bathup dan shower. Kebetulan kami dapat kamar diatas, hingga saat membuka balkon langsung tampak kolam renang yang sejuk diantara pepohonan.



Setelah breakfast dan olahraga pagi, hari ini kami berjalan-jalan di sekitar resort dan ternyata lokasi penginapan kami dekat dengan museum Antonio Blanco. Ya, pelukis Belgia yang jatuh cinta dan menetap di Ubud itu ternyata tinggal dekat sini. 




Memasuki lahan museum Blanco yang dulunya merupakan rumah tempat tinggal beliau ini, kami disambut oleh burung-burung nuri dan kakaktua yang besar.. Wow, ternyata mereka dipelihara dan sangat ramah dengan pengunjung..



Puas bermain dengan burung-burung ramah ini, kami pun masuk ke ruang pamer museum. Disini ditampilkan beragam hasil karya maestro Antonio Blanco. Sejak pertama ia jatuh cinta dengan Bali hingga akhirnya menikahi Ni Rondji dan diangkat sebagai warga kehormatan oleh Raja Sukawati di masa itu.


Sang maestro melukis banyak sekali gambar perempuan. Baik itu dengan gaya tradisional maupun kebarat-baratan. Dan semua perempuan yang dilukis sang maestro digambarkan bertelanjang dada. Mungkin karena di tahun beliau masih hidup (1910-an) budaya di daerah ini masih seperti itu.


Ada yang unik di museum ini. Mungkin memang Antonio Blanco punya sedikit "kenakalan" dalam dirinya terutama yang berhubungan dengan sensualitas dan seksual. Ada satu ruangan bernama "erotica" di museum ini, dan hanya boleh dimasuki oleh pengunjung berusia 17 tahun keatas. Kenapa? Ternyata memang semua lukisan dan benda seni yang ada di ruang ini menggambarkan sensualitas dan seksual. Walau menurut saya ini tidak bisa dimasukkan dalam koridor pornografi karena semuanya sangat artistik dan merupakan sebuah karya seni.



Selesai kami menikmati hasil karya beliau di museum, kami dijamu dengan refreshment berupa teh sereh pandan di restoran Ni Rondji. Saat ini museum dan restoran yang menjadi satu di kompleks museum Antonio Blanco ini diurus oleh salah satu anak beliau, yang juga pelukis, Mario Blanco.



Jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Hmm.. Kalau di Ubud, ada makanan wajib yang harus didatangi. Yess.. Bebek Bengil atau dikenal dengan "dirty duck diner" Ini baru makan mantap...





Setelah foto sejenak di pematang sawah yang memang jadi spot foto wajib di restoran ini, Kami pun jalan-jalan lagi.. Tujuan kali ini mau lihat kerajinan perak di Celuk dan setelah itu belanja ke pasar seni yang ada di sekitar sini..



Setelah berhasil mendapatkan sebuah cincin perak yang cantik ini dengan proses tawar menawar yang cukup seru, kami pun mulai merambah pasar. Tujuan pertama, pasar Sukawati. Well... karena hebohnya berbelanja, acara tawar menawar dan borong memborong ini tidak sempat ditangkap kamera. Sudahlah ya.... Yuk kita belanja aja...

Selesai di pasar Sukawati, kita kembali ke Ubud. Rencananya sih mau istirahat sore. Tapi di perjalanan melewati lagi pasar Ubud..Soo..mampir lagi... Hihihiii... koleksi gelang kalung pun bertambah lagi....


Akhirnya tak terasa memang matahari sudah tidak terlihat. Karena posisi di perbukitan seperti ini, tidak ada niat juga untuk mengejar sunset. Yang dikejar ya belanja yang lucu-lucu itu. Dan akhirnya end up di salah satu distro fashion branded yang kasih harga miring...well...




Ternyata, jalan jalan buat belanja itu tidak kalah melelahkan dibanding snorkeling atau mendaki gunung ya.. Lapar lagi tak terasa sudah jam 7 malam. Cari-cari makanan di sekitar. Ada Three Monkeys, namun kayaknya ga terlalu ingin makan berat. Pindah lagi sambil matanya tetap hunting distro, hahahaaa...



Dan akhirnya pilihan pun jatuh pada Warung Murni. Restoran satu ini memang menyediakan makanan berat, tapi konsepnya lebih ke cafe, jadi bisa pesan yang ringan-ringan. Seperti mushroom soup, salad, sandwich atau cake.


Aku pesen yang dari tadi belum kesampaian. Kopi Hitam.. ditemani sepotong chocolate brownie, cukup jadi penutup hari ini... Have a great shopping time today... See you next trip guys...Good night.






Diberdayakan oleh Blogger.

viewers

Recent

Comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *